Rabu, 25 Mei 2016

Media Cetak Terbunuh Media Online ?

Entah apa yang ada dipikiran admin sehingga muncul judul artikel untuk dituliskan dalam blog yang sedikit bernuansa seperti judul film horor misteri kematian. Hmmm,lupakan sejenak soal judul, cekidoot...



Setidaknya, sudah terbukti, sebagaimana diprediksi, media cetak bakal kewalahan menahan gempuran persaingan media online atau situs-situs berita, ditambah kekuatan media sosial yang tumbuh pesat dan bahkan menggantikan situs berita sebagai sumber utama informasi.
Internet telah membuat orang tidak perlu menunggu waktu lama untuk mengetahui peristiwan terbaru. Wartawan tidak perlu menunggu koran beredar besok hari untuk menyebarkan informasi.
Media sosial, blog, aplikasi chatting, dan jejaring sosial lainnya yang "on" 24 jam dalam 7 hari menjadi medium penyebaran informasi aktual, juga promosi, atau sekadar "inaini" atau "itaitu" dengan teman.
Kita tidak lagi menunggu tukang koran "menghempaskan" sura tkabar langganan kita ke teras rumah atau menyelipkannya di Kotak Surat atau di sela-sela pagar rumah. Kita bahkan bisa langsung mencari informasi terkini begitu buka mata, bangun tidur, dengan membuka gadget (smartphone).
Kita tidak perlu berlangganan koran untuk update informasi teraktual. Cukup "beli kuota internet" atau pulsa plus gadget (smartphone). Semua informasi gratis, bahkan "datang sendiri" ke beranda atau feed Media Sosial.
Kita juga tidak harus menyalakan TV untuk mencari informasi audio-visual (video). Ada youtube, ada TV Streaming, yang siap hadir di kamar tidur bahkan di kamar mandi.

Sebuah pembenarankah, isu media cetak terbunuh media online yang menjadi "dhemit" bagi praktisi media cetak. Iklan tersedot ke media online, khususnya ke Google. Google menyebarkan iklan online ke seluruh dunia melalui program

Apakah media cetak akan benar-benar mati? Tutup usia?


Kehadiran teknologi mendorong orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti HP, Smartphone, laptop, tablet dan sebagainya. Alat ini mudah dibawa kemana saja daripada membawa berlembar-lembar koran ataupun majalah. Akses internet melalui perangkat elektronik yang tersebutkan tadilah yang memudahkan orang untuk menggunakan media masa online. Media sosial seperti jejaring sosial blog, twitter, facebook dimana orang-orang yang menjadi citizen journalism inilah yang setidaknya memberi informasi melalui status akun sosial media yang dipunya kemudian di baca oleh orang lain yang juga sedang mengakses internet.

Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku, koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media online memang memberikan konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan dengan media cetak yang tidak bisa terus menyajikan berita atau informasi setiap waktu. 

Dari media online wartawan juga terbantu karena informasi atau berita yang ia buat dapat segera diinformasikan dan disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada media cetak seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus diperbaharui dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang pernah diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses kembali informasi yang pernah terjadi. Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga ingin lebih cepat mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan waktu, dapat diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan yang luas dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media cetak, kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi yang saat ini harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan teknologi untuk mengakses berita online dan lebih up to date. 

Memang tidak hanya dari teknologi yang saat ini berkembang dan hampir setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor – faktor lain seperti adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk membaca dari koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya, pemasukan dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat didukung dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan ekonomi, seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah konglomerasi. Lahirnya pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks perubahan yang terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan teknologi cetak – mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan masyarakat bisnis merupakan faktor – faktor pendukung yang tidak bisa diabaikan. Interaksi ketiga faktor ini menjadi terkait dengan bisnis. (Nadhya, 1992 : 29). Media cetak saat ini lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan yang menjadi pemasukan finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini menurunkan performa kuantitas dan kualitas berita yang menjadi komoditi utama sebuah media cetak. Ada banyak cara yang dapat yang dapat dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan mereka, diantaranya dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia sendiri pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an (Yasuo Hanazak, 1998;88). 

Bahkan ada beberapa media yang dapat diakomodir oleh suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena faktor itulah yang menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita dan informasi melaui media cetak. Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu konglomerasi pers. Memang terbukti benar saat ini pers, media dijadikan usaha bisnis. Media online sebenarnya merupakan cara agar media cetak tetap eksis dan mempertahankan namanya, ekspansi yang dilakukan seperti Kompas telah memiliki situs online kompas.com tetapi jika demikian maka perlahan pembaca koran akan perlahan meninggalkan berita hasil cetak dan akan mencari informasi dari situs online. Tidak hanya konglomerasi dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis, tetapi bagaimana media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah ekspansi seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The Jakarta Post juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender. Konglomerasi akan menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang diperlukan tidaklah sedikit, maka ada pemilik modal yang akan saling bekerja sama. 

Konglomerasi yang terjadi ini akan menimbulkan dampak yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang yang berkepentingan sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam media massa. Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi kertas atau pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan, ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi dan pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak berkuasa juga atas informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat ini pers tidak terlalu memikirkan konten atau efek informasi yang tersaji bagi pembaca karena mereka lebih memikirkan mencapai profit dan kepentingan dari pemiliknya. Pada awal pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini adalah persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi tidak objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan likuiditas. Hal tersebut mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka. 

Secara umum hampir semua media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi masa pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan berkuasa. Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi karena memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan dipasang juga akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga jual dari iklan atau dari barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini juga merupakan hal yang rumit sebab untuk meningkatkan iklan dan memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela memberikan potongan sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992 : 68) Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000 per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan adalah Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang Rp 9 miliar, belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan wartawan, pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang dijual belum tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika masih ada sisa dari para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak dilain hari untuk menutup kekurangan biaya. Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan informasi dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar jurnalisme.

 Yang menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita adalah dari para kuli tinta. Tantangannya adalah bagaimana wartawan mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa. Tantangan yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara media untuk bisa mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya. Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan tetapi juga para konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan dipilih. Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara komprehensif, objektif, dan proporsional.

 Dengan cara tersebut akurasi yang dituntut publik bisa dipenuhi. Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side. Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen dalam mengatur distribusi, iklan, produksi. 

"Media cetak tidak akan mati,ia akan terus singgah dengan sungguh meskipun menyimpan resah yang paling rusuh"
Kehadiran teknologi memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti handphone (HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan sebagainya. Alat – alat tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan dengan mudah dibawa kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar kertas seperti majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang memudahkan orang untuk menggunakan media massa online.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d
Kehadiran teknologi memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti handphone (HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan sebagainya. Alat – alat tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan dengan mudah dibawa kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar kertas seperti majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang memudahkan orang untuk menggunakan media massa online. Menurut data yang dirilis oleh Internet World Stats, jumlah pengguna internet di Nusantara ada 39,6 juta orang. Menurut Antara News 2012, bahkan jumlah pemakai internet sudah mencapai 48 juta pemakai internet. Yang lebih menakjubkan lagi, Saling silang bahkan berani merilis data bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai angka 84,748 juta orang. Berdasarkan sejumlah data pendukung, penulis berani memprediksikan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta orang pada tahun 2015. Akan meningkat mencapai 175 juta pemakai internet pada tahun 2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun 2025. Media sosial seperti jejaring sosial blog, twitter, facebook, di mana orang – orang yang menjadi citizen journalism inilah yang setidaknya juga memberikan informasi seputar peristiwa yang terjadi. Melalui status dari akun twitter atau facebooknya yang dibaca oleh orang – orang yang sedang mengakses internet. Harga dari perangkat elektronik yang terjangkau (sekitar 2,5 – 5 juta) sudah bisa membeli laptop atau notebook, smartphone yang beredar dengan cepat maka sangatlah cepat dan tidak terbatas waktu untuk mengakses informasi. Di pusat perbelanjaan dan kantor-kantor juga tersedia hotspot atau wifi, terlebih bagi mahasiswa dikampus, setiap jeda kuliah dapat memanfaat waktu tersebut untuk online dan bisa mencari berita-berita terkini. Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku, koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media online memang memberikan konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan dengan media cetak yang tidak bisa terus menyajikan berita atau informasi setiap waktu. Dari media online wartawan juga terbantu karena informasi atau berita yang ia buat dapat segera diinformasikan dan disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada media cetak seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus diperbaharui dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang pernah diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses kembali informasi yang pernah terjadi. Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga ingin lebih cepat mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan waktu, dapat diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan yang luas dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media cetak, kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi yang saat ini harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan teknologi untuk mengakses berita online dan lebih up to date. Memang tidak hanya dari teknologi yang saat ini berkembang dan hampir setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor – faktor lain seperti adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk membaca dari koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya, pemasukan dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat didukung dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan ekonomi, seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah konglomerasi. Lahirnya pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks perubahan yang terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan teknologi cetak – mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan masyarakat bisnis merupakan faktor – faktor pendukung yang tidak bisa diabaikan. Interaksi ketiga faktor ini menjadi terkait dengan bisnis. (Nadhya, 1992 : 29). Media cetak saat ini lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan yang menjadi pemasukan finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini menurunkan performa kuantitas dan kualitas berita yang menjadi komoditi utama sebuah media cetak. Ada banyak cara yang dapat yang dapat dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan mereka, diantaranya dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia sendiri pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an (Yasuo Hanazak, 1998;88). Bahkan ada beberapa media yang dapat diakomodir oleh suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena faktor itulah yang menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita dan informasi melaui media cetak. Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu konglomerasi pers. Memang terbukti benar saat ini pers, media dijadikan usaha bisnis. Media online sebenarnya merupakan cara agar media cetak tetap eksis dan mempertahankan namanya, ekspansi yang dilakukan seperti Kompas telah memiliki situs online kompas.com tetapi jika demikian maka perlahan pembaca koran akan perlahan meninggalkan berita hasil cetak dan akan mencari informasi dari situs online. Tidak hanya konglomerasi dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis, tetapi bagaimana media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah ekspansi seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The Jakarta Post juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender. Konglomerasi akan menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang diperlukan tidaklah sedikit, maka ada pemilik modal yang akan saling bekerja sama. Konglomerasi yang terjadi ini akan menimbulkan dampak yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang yang berkepentingan sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam media massa. Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi kertas atau pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan, ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi dan pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak berkuasa juga atas informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat ini pers tidak terlalu memikirkan konten atau efek informasi yang tersaji bagi pembaca karena mereka lebih memikirkan mencapai profit dan kepentingan dari pemiliknya. Pada awal pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini adalah persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi tidak objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan likuiditas. Hal tersebut mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka. Secara umum hampir semua media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi masa pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan berkuasa. Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi karena memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan dipasang juga akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga jual dari iklan atau dari barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini juga merupakan hal yang rumit sebab untuk meningkatkan iklan dan memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela memberikan potongan sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992 : 68) Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000 per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan adalah Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang Rp 9 miliar, belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan wartawan, pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang dijual belum tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika masih ada sisa dari para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak dilain hari untuk menutup kekurangan biaya. Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan informasi dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar jurnalisme. Yang menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita adalah dari para kuli tinta. Tantangannya adalah bagaimana wartawan mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa. Tantangan yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara media untuk bisa mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya. Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan tetapi juga para konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan dipilih. Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara komprehensif, objektif, dan proporsional. Dengan cara tersebut akurasi yang dituntut publik bisa dipenuhi. Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side. Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen dalam mengatur distribusi, iklan, produksi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d
Kehadiran teknologi memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti handphone (HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan sebagainya. Alat – alat tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan dengan mudah dibawa kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar kertas seperti majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang memudahkan orang untuk menggunakan media massa online. Menurut data yang dirilis oleh Internet World Stats, jumlah pengguna internet di Nusantara ada 39,6 juta orang. Menurut Antara News 2012, bahkan jumlah pemakai internet sudah mencapai 48 juta pemakai internet. Yang lebih menakjubkan lagi, Saling silang bahkan berani merilis data bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai angka 84,748 juta orang. Berdasarkan sejumlah data pendukung, penulis berani memprediksikan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta orang pada tahun 2015. Akan meningkat mencapai 175 juta pemakai internet pada tahun 2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun 2025. Media sosial seperti jejaring sosial blog, twitter, facebook, di mana orang – orang yang menjadi citizen journalism inilah yang setidaknya juga memberikan informasi seputar peristiwa yang terjadi. Melalui status dari akun twitter atau facebooknya yang dibaca oleh orang – orang yang sedang mengakses internet. Harga dari perangkat elektronik yang terjangkau (sekitar 2,5 – 5 juta) sudah bisa membeli laptop atau notebook, smartphone yang beredar dengan cepat maka sangatlah cepat dan tidak terbatas waktu untuk mengakses informasi. Di pusat perbelanjaan dan kantor-kantor juga tersedia hotspot atau wifi, terlebih bagi mahasiswa dikampus, setiap jeda kuliah dapat memanfaat waktu tersebut untuk online dan bisa mencari berita-berita terkini. Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku, koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media online memang memberikan konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan dengan media cetak yang tidak bisa terus menyajikan berita atau informasi setiap waktu. Dari media online wartawan juga terbantu karena informasi atau berita yang ia buat dapat segera diinformasikan dan disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada media cetak seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus diperbaharui dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang pernah diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses kembali informasi yang pernah terjadi. Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga ingin lebih cepat mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan waktu, dapat diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan yang luas dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media cetak, kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi yang saat ini harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan teknologi untuk mengakses berita online dan lebih up to date. Memang tidak hanya dari teknologi yang saat ini berkembang dan hampir setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor – faktor lain seperti adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk membaca dari koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya, pemasukan dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat didukung dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan ekonomi, seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah konglomerasi. Lahirnya pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks perubahan yang terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan teknologi cetak – mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan masyarakat bisnis merupakan faktor – faktor pendukung yang tidak bisa diabaikan. Interaksi ketiga faktor ini menjadi terkait dengan bisnis. (Nadhya, 1992 : 29). Media cetak saat ini lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan yang menjadi pemasukan finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini menurunkan performa kuantitas dan kualitas berita yang menjadi komoditi utama sebuah media cetak. Ada banyak cara yang dapat yang dapat dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan mereka, diantaranya dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia sendiri pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an (Yasuo Hanazak, 1998;88). Bahkan ada beberapa media yang dapat diakomodir oleh suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena faktor itulah yang menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita dan informasi melaui media cetak. Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu konglomerasi pers. Memang terbukti benar saat ini pers, media dijadikan usaha bisnis. Media online sebenarnya merupakan cara agar media cetak tetap eksis dan mempertahankan namanya, ekspansi yang dilakukan seperti Kompas telah memiliki situs online kompas.com tetapi jika demikian maka perlahan pembaca koran akan perlahan meninggalkan berita hasil cetak dan akan mencari informasi dari situs online. Tidak hanya konglomerasi dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis, tetapi bagaimana media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah ekspansi seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The Jakarta Post juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender. Konglomerasi akan menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang diperlukan tidaklah sedikit, maka ada pemilik modal yang akan saling bekerja sama. Konglomerasi yang terjadi ini akan menimbulkan dampak yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang yang berkepentingan sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam media massa. Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi kertas atau pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan, ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi dan pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak berkuasa juga atas informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat ini pers tidak terlalu memikirkan konten atau efek informasi yang tersaji bagi pembaca karena mereka lebih memikirkan mencapai profit dan kepentingan dari pemiliknya. Pada awal pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini adalah persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi tidak objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan likuiditas. Hal tersebut mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka. Secara umum hampir semua media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi masa pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan berkuasa. Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi karena memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan dipasang juga akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga jual dari iklan atau dari barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini juga merupakan hal yang rumit sebab untuk meningkatkan iklan dan memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela memberikan potongan sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992 : 68) Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000 per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan adalah Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang Rp 9 miliar, belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan wartawan, pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang dijual belum tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika masih ada sisa dari para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak dilain hari untuk menutup kekurangan biaya. Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan informasi dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar jurnalisme. Yang menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita adalah dari para kuli tinta. Tantangannya adalah bagaimana wartawan mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa. Tantangan yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara media untuk bisa mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya. Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan tetapi juga para konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan dipilih. Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara komprehensif, objektif, dan proporsional. Dengan cara tersebut akurasi yang dituntut publik bisa dipenuhi. Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side. Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen dalam mengatur distribusi, iklan, produksi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d
Kehadiran teknologi memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti handphone (HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan sebagainya. Alat – alat tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan dengan mudah dibawa kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar kertas seperti majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang memudahkan orang untuk menggunakan media massa online. Menurut data yang dirilis oleh Internet World Stats, jumlah pengguna internet di Nusantara ada 39,6 juta orang. Menurut Antara News 2012, bahkan jumlah pemakai internet sudah mencapai 48 juta pemakai internet. Yang lebih menakjubkan lagi, Saling silang bahkan berani merilis data bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai angka 84,748 juta orang. Berdasarkan sejumlah data pendukung, penulis berani memprediksikan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta orang pada tahun 2015. Akan meningkat mencapai 175 juta pemakai internet pada tahun 2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun 2025. Media sosial seperti jejaring sosial blog, twitter, facebook, di mana orang – orang yang menjadi citizen journalism inilah yang setidaknya juga memberikan informasi seputar peristiwa yang terjadi. Melalui status dari akun twitter atau facebooknya yang dibaca oleh orang – orang yang sedang mengakses internet. Harga dari perangkat elektronik yang terjangkau (sekitar 2,5 – 5 juta) sudah bisa membeli laptop atau notebook, smartphone yang beredar dengan cepat maka sangatlah cepat dan tidak terbatas waktu untuk mengakses informasi. Di pusat perbelanjaan dan kantor-kantor juga tersedia hotspot atau wifi, terlebih bagi mahasiswa dikampus, setiap jeda kuliah dapat memanfaat waktu tersebut untuk online dan bisa mencari berita-berita terkini. Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku, koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media online memang memberikan konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan dengan media cetak yang tidak bisa terus menyajikan berita atau informasi setiap waktu. Dari media online wartawan juga terbantu karena informasi atau berita yang ia buat dapat segera diinformasikan dan disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada media cetak seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus diperbaharui dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang pernah diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses kembali informasi yang pernah terjadi. Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga ingin lebih cepat mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan waktu, dapat diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan yang luas dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media cetak, kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi yang saat ini harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan teknologi untuk mengakses berita online dan lebih up to date. Memang tidak hanya dari teknologi yang saat ini berkembang dan hampir setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor – faktor lain seperti adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk membaca dari koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya, pemasukan dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat didukung dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan ekonomi, seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah konglomerasi. Lahirnya pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks perubahan yang terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan teknologi cetak – mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan masyarakat bisnis merupakan faktor – faktor pendukung yang tidak bisa diabaikan. Interaksi ketiga faktor ini menjadi terkait dengan bisnis. (Nadhya, 1992 : 29). Media cetak saat ini lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan yang menjadi pemasukan finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini menurunkan performa kuantitas dan kualitas berita yang menjadi komoditi utama sebuah media cetak. Ada banyak cara yang dapat yang dapat dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan mereka, diantaranya dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia sendiri pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an (Yasuo Hanazak, 1998;88). Bahkan ada beberapa media yang dapat diakomodir oleh suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena faktor itulah yang menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita dan informasi melaui media cetak. Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu konglomerasi pers. Memang terbukti benar saat ini pers, media dijadikan usaha bisnis. Media online sebenarnya merupakan cara agar media cetak tetap eksis dan mempertahankan namanya, ekspansi yang dilakukan seperti Kompas telah memiliki situs online kompas.com tetapi jika demikian maka perlahan pembaca koran akan perlahan meninggalkan berita hasil cetak dan akan mencari informasi dari situs online. Tidak hanya konglomerasi dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis, tetapi bagaimana media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah ekspansi seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The Jakarta Post juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender. Konglomerasi akan menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang diperlukan tidaklah sedikit, maka ada pemilik modal yang akan saling bekerja sama. Konglomerasi yang terjadi ini akan menimbulkan dampak yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang yang berkepentingan sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam media massa. Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi kertas atau pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan, ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi dan pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak berkuasa juga atas informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat ini pers tidak terlalu memikirkan konten atau efek informasi yang tersaji bagi pembaca karena mereka lebih memikirkan mencapai profit dan kepentingan dari pemiliknya. Pada awal pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini adalah persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi tidak objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan likuiditas. Hal tersebut mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka. Secara umum hampir semua media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi masa pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan berkuasa. Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi karena memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan dipasang juga akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga jual dari iklan atau dari barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini juga merupakan hal yang rumit sebab untuk meningkatkan iklan dan memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela memberikan potongan sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992 : 68) Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000 per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan adalah Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang Rp 9 miliar, belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan wartawan, pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang dijual belum tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika masih ada sisa dari para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak dilain hari untuk menutup kekurangan biaya. Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan informasi dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar jurnalisme. Yang menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita adalah dari para kuli tinta. Tantangannya adalah bagaimana wartawan mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa. Tantangan yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara media untuk bisa mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya. Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan tetapi juga para konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan dipilih. Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara komprehensif, objektif, dan proporsional. Dengan cara tersebut akurasi yang dituntut publik bisa dipenuhi. Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side. Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen dalam mengatur distribusi, iklan, produksi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d
Media cetak merupakan salah satu bagian dari media massa. Media cetak adalah media yang tertua dan pertama. Media cetak bermula dari sejarah jurnalistik atau berawal dari arca diurna yang dilakukan oleh orang di jaman dahulu dalam memberitakan sebuah informasi kepada rakyat luas dan berisikan tentang kegiatan sehari – hari. Penemu mesin cetak Johann Gurtenberg memberikan sebuah sarana dan alat untuk mencetak kemudian dapat menerbitkan buku-buku termasuk surat kabar, hal ini terjadi sekitar abad 15. Perkembangan teknologi di abad 20 ini sudah tidak sesulit dan selangka dahulu. Perkembangan teknologi secara umum seperti lompatan katak, dahulu kemunculan teknologi merupakan jangka panjang, saat ini hampir disetiap bulan muncul teknologi – teknologi baru dan semakin sering hadir setiap saat pada individu. Kehadiran teknologi memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti handphone (HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan sebagainya. Alat – alat tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan dengan mudah dibawa kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar kertas seperti majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang memudahkan orang untuk menggunakan media massa online. Menurut data yang dirilis oleh Internet World Stats, jumlah pengguna internet di Nusantara ada 39,6 juta orang. Menurut Antara News 2012, bahkan jumlah pemakai internet sudah mencapai 48 juta pemakai internet. Yang lebih menakjubkan lagi, Saling silang bahkan berani merilis data bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai angka 84,748 juta orang. Berdasarkan sejumlah data pendukung, penulis berani memprediksikan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta orang pada tahun 2015. Akan meningkat mencapai 175 juta pemakai internet pada tahun 2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun 2025. Media sosial seperti jejaring sosial blog, twitter, facebook, di mana orang – orang yang menjadi citizen journalism inilah yang setidaknya juga memberikan informasi seputar peristiwa yang terjadi. Melalui status dari akun twitter atau facebooknya yang dibaca oleh orang – orang yang sedang mengakses internet. Harga dari perangkat elektronik yang terjangkau (sekitar 2,5 – 5 juta) sudah bisa membeli laptop atau notebook, smartphone yang beredar dengan cepat maka sangatlah cepat dan tidak terbatas waktu untuk mengakses informasi. Di pusat perbelanjaan dan kantor-kantor juga tersedia hotspot atau wifi, terlebih bagi mahasiswa dikampus, setiap jeda kuliah dapat memanfaat waktu tersebut untuk online dan bisa mencari berita-berita terkini. Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku, koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media online memang memberikan konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan dengan media cetak yang tidak bisa terus menyajikan berita atau informasi setiap waktu. Dari media online wartawan juga terbantu karena informasi atau berita yang ia buat dapat segera diinformasikan dan disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada media cetak seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus diperbaharui dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang pernah diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses kembali informasi yang pernah terjadi. Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga ingin lebih cepat mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan waktu, dapat diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan yang luas dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media cetak, kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi yang saat ini harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan teknologi untuk mengakses berita online dan lebih up to date. Memang tidak hanya dari teknologi yang saat ini berkembang dan hampir setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor – faktor lain seperti adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk membaca dari koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya, pemasukan dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat didukung dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan ekonomi, seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah konglomerasi. Lahirnya pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks perubahan yang terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan teknologi cetak – mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan masyarakat bisnis merupakan faktor – faktor pendukung yang tidak bisa diabaikan. Interaksi ketiga faktor ini menjadi terkait dengan bisnis. (Nadhya, 1992 : 29). Media cetak saat ini lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan yang menjadi pemasukan finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini menurunkan performa kuantitas dan kualitas berita yang menjadi komoditi utama sebuah media cetak. Ada banyak cara yang dapat yang dapat dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan mereka, diantaranya dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia sendiri pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an (Yasuo Hanazak, 1998;88). Bahkan ada beberapa media yang dapat diakomodir oleh suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena faktor itulah yang menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita dan informasi melaui media cetak. Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu konglomerasi pers. Memang terbukti benar saat ini pers, media dijadikan usaha bisnis. Media online sebenarnya merupakan cara agar media cetak tetap eksis dan mempertahankan namanya, ekspansi yang dilakukan seperti Kompas telah memiliki situs online kompas.com tetapi jika demikian maka perlahan pembaca koran akan perlahan meninggalkan berita hasil cetak dan akan mencari informasi dari situs online. Tidak hanya konglomerasi dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis, tetapi bagaimana media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah ekspansi seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The Jakarta Post juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender. Konglomerasi akan menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang diperlukan tidaklah sedikit, maka ada pemilik modal yang akan saling bekerja sama. Konglomerasi yang terjadi ini akan menimbulkan dampak yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang yang berkepentingan sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam media massa. Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi kertas atau pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan, ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi dan pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak berkuasa juga atas informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat ini pers tidak terlalu memikirkan konten atau efek informasi yang tersaji bagi pembaca karena mereka lebih memikirkan mencapai profit dan kepentingan dari pemiliknya. Pada awal pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini adalah persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi tidak objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan likuiditas. Hal tersebut mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka. Secara umum hampir semua media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi masa pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan berkuasa. Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi karena memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan dipasang juga akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga jual dari iklan atau dari barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini juga merupakan hal yang rumit sebab untuk meningkatkan iklan dan memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela memberikan potongan sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992 : 68) Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000 per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan adalah Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang Rp 9 miliar, belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan wartawan, pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang dijual belum tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika masih ada sisa dari para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak dilain hari untuk menutup kekurangan biaya. Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan informasi dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar jurnalisme. Yang menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita adalah dari para kuli tinta. Tantangannya adalah bagaimana wartawan mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa. Tantangan yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara media untuk bisa mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya. Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan tetapi juga para konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan dipilih. Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara komprehensif, objektif, dan proporsional. Dengan cara tersebut akurasi yang dituntut publik bisa dipenuhi. Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side. Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen dalam mengatur distribusi, iklan, produksi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d
Media cetak merupakan salah satu bagian dari media massa. Media cetak adalah media yang tertua dan pertama. Media cetak bermula dari sejarah jurnalistik atau berawal dari arca diurna yang dilakukan oleh orang di jaman dahulu dalam memberitakan sebuah informasi kepada rakyat luas dan berisikan tentang kegiatan sehari – hari. Penemu mesin cetak Johann Gurtenberg memberikan sebuah sarana dan alat untuk mencetak kemudian dapat menerbitkan buku-buku termasuk surat kabar, hal ini terjadi sekitar abad 15. Perkembangan teknologi di abad 20 ini sudah tidak sesulit dan selangka dahulu. Perkembangan teknologi secara umum seperti lompatan katak, dahulu kemunculan teknologi merupakan jangka panjang, saat ini hampir disetiap bulan muncul teknologi – teknologi baru dan semakin sering hadir setiap saat pada individu. Kehadiran teknologi memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti handphone (HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan sebagainya. Alat – alat tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan dengan mudah dibawa kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar kertas seperti majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang memudahkan orang untuk menggunakan media massa online. Menurut data yang dirilis oleh Internet World Stats, jumlah pengguna internet di Nusantara ada 39,6 juta orang. Menurut Antara News 2012, bahkan jumlah pemakai internet sudah mencapai 48 juta pemakai internet. Yang lebih menakjubkan lagi, Saling silang bahkan berani merilis data bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai angka 84,748 juta orang. Berdasarkan sejumlah data pendukung, penulis berani memprediksikan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta orang pada tahun 2015. Akan meningkat mencapai 175 juta pemakai internet pada tahun 2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun 2025. Media sosial seperti jejaring sosial blog, twitter, facebook, di mana orang – orang yang menjadi citizen journalism inilah yang setidaknya juga memberikan informasi seputar peristiwa yang terjadi. Melalui status dari akun twitter atau facebooknya yang dibaca oleh orang – orang yang sedang mengakses internet. Harga dari perangkat elektronik yang terjangkau (sekitar 2,5 – 5 juta) sudah bisa membeli laptop atau notebook, smartphone yang beredar dengan cepat maka sangatlah cepat dan tidak terbatas waktu untuk mengakses informasi. Di pusat perbelanjaan dan kantor-kantor juga tersedia hotspot atau wifi, terlebih bagi mahasiswa dikampus, setiap jeda kuliah dapat memanfaat waktu tersebut untuk online dan bisa mencari berita-berita terkini. Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku, koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media online memang memberikan konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan dengan media cetak yang tidak bisa terus menyajikan berita atau informasi setiap waktu. Dari media online wartawan juga terbantu karena informasi atau berita yang ia buat dapat segera diinformasikan dan disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada media cetak seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus diperbaharui dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang pernah diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses kembali informasi yang pernah terjadi. Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga ingin lebih cepat mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan waktu, dapat diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan yang luas dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media cetak, kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi yang saat ini harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan teknologi untuk mengakses berita online dan lebih up to date. Memang tidak hanya dari teknologi yang saat ini berkembang dan hampir setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor – faktor lain seperti adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk membaca dari koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya, pemasukan dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat didukung dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan ekonomi, seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah konglomerasi. Lahirnya pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks perubahan yang terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan teknologi cetak – mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan masyarakat bisnis merupakan faktor – faktor pendukung yang tidak bisa diabaikan. Interaksi ketiga faktor ini menjadi terkait dengan bisnis. (Nadhya, 1992 : 29). Media cetak saat ini lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan yang menjadi pemasukan finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini menurunkan performa kuantitas dan kualitas berita yang menjadi komoditi utama sebuah media cetak. Ada banyak cara yang dapat yang dapat dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan mereka, diantaranya dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia sendiri pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an (Yasuo Hanazak, 1998;88). Bahkan ada beberapa media yang dapat diakomodir oleh suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena faktor itulah yang menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita dan informasi melaui media cetak. Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu konglomerasi pers. Memang terbukti benar saat ini pers, media dijadikan usaha bisnis. Media online sebenarnya merupakan cara agar media cetak tetap eksis dan mempertahankan namanya, ekspansi yang dilakukan seperti Kompas telah memiliki situs online kompas.com tetapi jika demikian maka perlahan pembaca koran akan perlahan meninggalkan berita hasil cetak dan akan mencari informasi dari situs online. Tidak hanya konglomerasi dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis, tetapi bagaimana media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah ekspansi seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The Jakarta Post juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender. Konglomerasi akan menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang diperlukan tidaklah sedikit, maka ada pemilik modal yang akan saling bekerja sama. Konglomerasi yang terjadi ini akan menimbulkan dampak yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang yang berkepentingan sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam media massa. Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi kertas atau pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan, ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi dan pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak berkuasa juga atas informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat ini pers tidak terlalu memikirkan konten atau efek informasi yang tersaji bagi pembaca karena mereka lebih memikirkan mencapai profit dan kepentingan dari pemiliknya. Pada awal pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini adalah persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi tidak objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan likuiditas. Hal tersebut mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka. Secara umum hampir semua media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi masa pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan berkuasa. Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi karena memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan dipasang juga akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga jual dari iklan atau dari barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini juga merupakan hal yang rumit sebab untuk meningkatkan iklan dan memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela memberikan potongan sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992 : 68) Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000 per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan adalah Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang Rp 9 miliar, belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan wartawan, pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang dijual belum tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika masih ada sisa dari para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak dilain hari untuk menutup kekurangan biaya. Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan informasi dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar jurnalisme. Yang menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita adalah dari para kuli tinta. Tantangannya adalah bagaimana wartawan mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa. Tantangan yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara media untuk bisa mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya. Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan tetapi juga para konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan dipilih. Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara komprehensif, objektif, dan proporsional. Dengan cara tersebut akurasi yang dituntut publik bisa dipenuhi. Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side. Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen dalam mengatur distribusi, iklan, produksi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d

Tidak ada komentar:

Posting Komentar