Entah apa yang ada dipikiran admin sehingga muncul judul artikel untuk dituliskan dalam blog yang sedikit bernuansa seperti judul film horor misteri kematian. Hmmm,lupakan sejenak soal judul, cekidoot...
Setidaknya, sudah terbukti, sebagaimana diprediksi, media
cetak bakal kewalahan menahan gempuran persaingan media online atau situs-situs
berita, ditambah kekuatan media sosial yang
tumbuh pesat dan bahkan menggantikan situs berita sebagai sumber utama
informasi.
Internet telah membuat orang tidak perlu menunggu waktu lama untuk mengetahui
peristiwan terbaru. Wartawan tidak perlu menunggu koran beredar besok hari
untuk menyebarkan informasi.Media sosial, blog, aplikasi chatting, dan jejaring sosial lainnya yang
"on" 24 jam dalam 7 hari menjadi medium penyebaran informasi aktual,
juga promosi, atau sekadar "inaini" atau "itaitu"
dengan teman.
Kita tidak lagi menunggu tukang koran "menghempaskan" sura tkabar
langganan kita ke teras rumah atau menyelipkannya di Kotak Surat atau di
sela-sela pagar rumah. Kita bahkan bisa langsung mencari informasi terkini
begitu buka mata, bangun tidur, dengan membuka gadget (smartphone).
Kita tidak perlu berlangganan koran untuk update informasi teraktual. Cukup
"beli kuota internet" atau pulsa plus gadget (smartphone). Semua
informasi gratis, bahkan "datang sendiri" ke beranda atau feed Media
Sosial.
Kita juga tidak harus menyalakan TV untuk mencari informasi audio-visual
(video). Ada youtube, ada TV Streaming, yang siap hadir di kamar tidur bahkan
di kamar mandi.
Sebuah pembenarankah, isu media cetak terbunuh media online yang menjadi "dhemit" bagi praktisi media cetak. Iklan tersedot ke media online,
khususnya ke Google. Google menyebarkan iklan online ke seluruh dunia melalui
program
Apakah media cetak akan benar-benar mati? Tutup usia?
Kehadiran teknologi mendorong orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti HP, Smartphone, laptop, tablet dan sebagainya. Alat ini mudah dibawa kemana saja daripada membawa berlembar-lembar koran ataupun majalah. Akses internet melalui perangkat elektronik yang tersebutkan tadilah yang memudahkan orang untuk menggunakan media masa online. Media sosial seperti jejaring sosial
blog, twitter, facebook dimana orang-orang yang menjadi
citizen journalism inilah yang setidaknya memberi informasi melalui status akun sosial media yang dipunya kemudian di baca oleh orang lain yang juga sedang mengakses internet.
Teknologi
yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku, koran cenderung saat
ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media online memang memberikan
konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan dengan media cetak yang tidak
bisa terus menyajikan berita atau informasi setiap waktu.
Dari media online
wartawan juga terbantu karena informasi atau berita yang ia buat dapat segera
diinformasikan dan disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada
media cetak seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus
diperbaharui dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas
bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka
lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat mengakses
informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang pernah
diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses kembali
informasi yang pernah terjadi. Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga
ingin lebih cepat mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan
waktu, dapat diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan
yang luas dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media
online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media cetak,
kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi yang saat ini
harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan teknologi untuk mengakses
berita online dan lebih up to date.
Memang tidak hanya dari teknologi yang saat
ini berkembang dan hampir setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor –
faktor lain seperti adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk
membaca dari koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya,
pemasukan dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media
cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat didukung
dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan ekonomi,
seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah konglomerasi. Lahirnya
pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks perubahan yang
terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan teknologi cetak –
mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan masyarakat bisnis merupakan
faktor – faktor pendukung yang tidak bisa diabaikan. Interaksi ketiga faktor
ini menjadi terkait dengan bisnis. (Nadhya, 1992 : 29). Media cetak saat ini
lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan yang menjadi pemasukan
finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini menurunkan performa kuantitas
dan kualitas berita yang menjadi komoditi utama sebuah media cetak. Ada banyak
cara yang dapat yang dapat dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan
mereka, diantaranya dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia
sendiri pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an
(Yasuo Hanazak, 1998;88).
Bahkan ada beberapa media yang dapat diakomodir oleh
suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena faktor itulah yang
menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita dan informasi melaui media
cetak. Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya
system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa pemerintahan
Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu konglomerasi pers. Memang
terbukti benar saat ini pers, media dijadikan usaha bisnis. Media online
sebenarnya merupakan cara agar media cetak tetap eksis dan mempertahankan
namanya, ekspansi yang dilakukan seperti Kompas telah memiliki situs online
kompas.com tetapi jika demikian maka perlahan pembaca koran akan perlahan
meninggalkan berita hasil cetak dan akan mencari informasi dari situs online.
Tidak hanya konglomerasi dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis,
tetapi bagaimana media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah
ekspansi seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar
lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The Jakarta Post
juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender. Konglomerasi akan
menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang diperlukan tidaklah sedikit,
maka ada pemilik modal yang akan saling bekerja sama.
Konglomerasi yang terjadi
ini akan menimbulkan dampak yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang
yang berkepentingan sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam
media massa. Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi
kertas atau pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan,
ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi dan
pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak berkuasa juga atas
informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat ini pers tidak terlalu
memikirkan konten atau efek informasi yang tersaji bagi pembaca karena mereka
lebih memikirkan mencapai profit dan kepentingan dari pemiliknya. Pada awal
pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini adalah persoalan
struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers nasional menjadi
partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang memungkinkan pers tetap
sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi tidak objektif. Menjadi pers bebas
dan objektif yang tidak menginduk pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus
berani pada masanya karena akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan
likuiditas. Hal tersebut mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka.
Secara
umum hampir semua media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi
masa pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan berkuasa.
Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran dibandingkan
dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas membutuhkan biaya yang
tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi karena memberikan pemasukkan pada
surat kabar. Terkadang iklan yang akan dipasang juga akan menyesuaikan media
mana yang sesuai dengan harga jual dari iklan atau dari barang yang akan
diiklankan. Soal iklan ini juga merupakan hal yang rumit sebab untuk
meningkatkan iklan dan memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela
memberikan potongan sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992
: 68) Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000
per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan adalah
Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang Rp 9 miliar,
belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan wartawan,
pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang dijual belum
tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika masih ada sisa dari
para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak dilain hari untuk menutup
kekurangan biaya. Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan
informasi dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan
sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar jurnalisme.
Yang
menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita adalah dari para kuli tinta.
Tantangannya adalah bagaimana wartawan mampu melakukan tugasnya seperti sedia
kala dan perlu menjadi sebuah refleksi ketika mereka bekerja memberikan
pelayanan informasi bagi masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa. Tantangan
yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara media untuk bisa
mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya. Teknologi bukan hanya sebagai
hambatan atau sandungan tetapi juga para konsumen informasi yang juga
menentukan media apa yang akan dipilih. Media cetak memiliki nilai positif dimana
berita yang disajikan lebih akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai
berita dibandingkan dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu
menyajikan berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan
kualitas berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun
relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara komprehensif,
objektif, dan proporsional.
Dengan cara tersebut akurasi yang dituntut publik
bisa dipenuhi. Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan
pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan
kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten berita
yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side. Perkembangan teknologi
memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat media cetak yang tidak dapat
menyeimbangi media online bisa saja bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca
berganti memilih media online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti
layout, manajemen dalam mengatur distribusi, iklan, produksi.
"Media cetak tidak akan mati,ia akan terus singgah dengan sungguh meskipun menyimpan resah yang paling rusuh"
Kehadiran teknologi
memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti handphone
(HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan sebagainya. Alat – alat
tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan dengan mudah dibawa
kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar kertas seperti
majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang memudahkan orang
untuk menggunakan media massa online.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d
Kehadiran teknologi
memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti handphone
(HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan sebagainya. Alat – alat
tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan dengan mudah dibawa
kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar kertas seperti
majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang memudahkan orang
untuk menggunakan media massa online.
Menurut data yang dirilis oleh Internet World Stats, jumlah pengguna
internet di Nusantara ada 39,6 juta orang. Menurut Antara News 2012,
bahkan jumlah pemakai internet sudah mencapai 48 juta pemakai internet.
Yang lebih menakjubkan lagi, Saling silang bahkan berani merilis data
bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai angka
84,748 juta orang. Berdasarkan sejumlah data pendukung, penulis berani
memprediksikan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta
orang pada tahun 2015. Akan meningkat mencapai 175 juta pemakai internet
pada tahun 2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun 2025.
Media sosial seperti jejaring sosial blog, twitter, facebook, di mana
orang – orang yang menjadi citizen journalism inilah yang setidaknya
juga memberikan informasi seputar peristiwa yang terjadi. Melalui status
dari akun twitter atau facebooknya yang dibaca oleh orang – orang yang
sedang mengakses internet. Harga dari perangkat elektronik yang
terjangkau (sekitar 2,5 – 5 juta) sudah bisa membeli laptop atau
notebook, smartphone yang beredar dengan cepat maka sangatlah cepat dan
tidak terbatas waktu untuk mengakses informasi. Di pusat perbelanjaan
dan kantor-kantor juga tersedia hotspot atau wifi, terlebih bagi
mahasiswa dikampus, setiap jeda kuliah dapat memanfaat waktu tersebut
untuk online dan bisa mencari berita-berita terkini.
Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku,
koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media
online memang memberikan konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan
dengan media cetak yang tidak bisa terus menyajikan berita atau
informasi setiap waktu. Dari media online wartawan juga terbantu karena
informasi atau berita yang ia buat dapat segera diinformasikan dan
disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada media cetak
seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus diperbaharui
dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas
bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka
lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat
mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang
pernah diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses
kembali informasi yang pernah terjadi.
Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga ingin lebih cepat
mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan waktu, dapat
diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan yang luas
dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media
online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media
cetak, kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi
yang saat ini harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan
teknologi untuk mengakses berita online dan lebih up to date.
Memang tidak hanya dari teknologi yang saat ini berkembang dan hampir
setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor – faktor lain seperti
adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk membaca dari
koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya, pemasukan
dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media
cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat
didukung dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan
ekonomi, seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah
konglomerasi.
Lahirnya pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks
perubahan yang terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan
teknologi cetak – mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan
masyarakat bisnis merupakan faktor – faktor pendukung yang tidak bisa
diabaikan. Interaksi ketiga faktor ini menjadi terkait dengan bisnis.
(Nadhya, 1992 : 29).
Media cetak saat ini lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan
yang menjadi pemasukan finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini
menurunkan performa kuantitas dan kualitas berita yang menjadi komoditi
utama sebuah media cetak. Ada banyak cara yang dapat yang dapat
dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan mereka, diantaranya
dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia sendiri
pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an
(Yasuo Hanazak, 1998;88). Bahkan ada beberapa media yang dapat
diakomodir oleh suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena
faktor itulah yang menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita
dan informasi melaui media cetak.
Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya
system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa
pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu
konglomerasi pers. Memang terbukti benar saat ini pers, media dijadikan
usaha bisnis. Media online sebenarnya merupakan cara agar media cetak
tetap eksis dan mempertahankan namanya, ekspansi yang dilakukan seperti
Kompas telah memiliki situs online kompas.com tetapi jika demikian maka
perlahan pembaca koran akan perlahan meninggalkan berita hasil cetak dan
akan mencari informasi dari situs online. Tidak hanya konglomerasi
dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis, tetapi bagaimana
media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah ekspansi
seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar
lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The
Jakarta Post juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender.
Konglomerasi akan menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang
diperlukan tidaklah sedikit, maka ada pemilik modal yang akan saling
bekerja sama. Konglomerasi yang terjadi ini akan menimbulkan dampak
yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang yang berkepentingan
sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam media massa.
Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi kertas atau
pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan,
ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi
dan pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak
berkuasa juga atas informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat
ini pers tidak terlalu memikirkan konten atau efek informasi yang
tersaji bagi pembaca karena mereka lebih memikirkan mencapai profit dan
kepentingan dari pemiliknya.
Pada awal pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini
adalah persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers
nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang
memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi
tidak objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk
pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena
akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan likuiditas. Hal tersebut
mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka. Secara umum hampir semua
media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi masa
pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan
berkuasa.
Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran
dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi
karena memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan
dipasang juga akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga
jual dari iklan atau dari barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini
juga merupakan hal yang rumit sebab untuk meningkatkan iklan dan
memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela memberikan potongan
sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992 : 68)
Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000
per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan
adalah Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang
Rp 9 miliar, belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan
wartawan, pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang
dijual belum tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika
masih ada sisa dari para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak
dilain hari untuk menutup kekurangan biaya.
Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan informasi
dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan
sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar
jurnalisme. Yang menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita
adalah dari para kuli tinta. Tantangannya adalah bagaimana wartawan
mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah
refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi
masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa.
Tantangan yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara
media untuk bisa mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya.
Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan tetapi juga para
konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan dipilih.
Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih
akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan
dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan
berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas
berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun
relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara
komprehensif, objektif, dan proporsional. Dengan cara tersebut akurasi
yang dituntut publik bisa dipenuhi.
Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan
pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan
kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten
berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side.
Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat
media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja
bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media
online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen
dalam mengatur distribusi, iklan, produksi.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d
Kehadiran teknologi
memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti handphone
(HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan sebagainya. Alat – alat
tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan dengan mudah dibawa
kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar kertas seperti
majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang memudahkan orang
untuk menggunakan media massa online.
Menurut data yang dirilis oleh Internet World Stats, jumlah pengguna
internet di Nusantara ada 39,6 juta orang. Menurut Antara News 2012,
bahkan jumlah pemakai internet sudah mencapai 48 juta pemakai internet.
Yang lebih menakjubkan lagi, Saling silang bahkan berani merilis data
bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai angka
84,748 juta orang. Berdasarkan sejumlah data pendukung, penulis berani
memprediksikan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta
orang pada tahun 2015. Akan meningkat mencapai 175 juta pemakai internet
pada tahun 2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun 2025.
Media sosial seperti jejaring sosial blog, twitter, facebook, di mana
orang – orang yang menjadi citizen journalism inilah yang setidaknya
juga memberikan informasi seputar peristiwa yang terjadi. Melalui status
dari akun twitter atau facebooknya yang dibaca oleh orang – orang yang
sedang mengakses internet. Harga dari perangkat elektronik yang
terjangkau (sekitar 2,5 – 5 juta) sudah bisa membeli laptop atau
notebook, smartphone yang beredar dengan cepat maka sangatlah cepat dan
tidak terbatas waktu untuk mengakses informasi. Di pusat perbelanjaan
dan kantor-kantor juga tersedia hotspot atau wifi, terlebih bagi
mahasiswa dikampus, setiap jeda kuliah dapat memanfaat waktu tersebut
untuk online dan bisa mencari berita-berita terkini.
Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku,
koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media
online memang memberikan konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan
dengan media cetak yang tidak bisa terus menyajikan berita atau
informasi setiap waktu. Dari media online wartawan juga terbantu karena
informasi atau berita yang ia buat dapat segera diinformasikan dan
disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada media cetak
seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus diperbaharui
dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas
bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka
lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat
mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang
pernah diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses
kembali informasi yang pernah terjadi.
Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga ingin lebih cepat
mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan waktu, dapat
diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan yang luas
dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media
online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media
cetak, kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi
yang saat ini harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan
teknologi untuk mengakses berita online dan lebih up to date.
Memang tidak hanya dari teknologi yang saat ini berkembang dan hampir
setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor – faktor lain seperti
adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk membaca dari
koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya, pemasukan
dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media
cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat
didukung dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan
ekonomi, seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah
konglomerasi.
Lahirnya pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks
perubahan yang terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan
teknologi cetak – mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan
masyarakat bisnis merupakan faktor – faktor pendukung yang tidak bisa
diabaikan. Interaksi ketiga faktor ini menjadi terkait dengan bisnis.
(Nadhya, 1992 : 29).
Media cetak saat ini lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan
yang menjadi pemasukan finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini
menurunkan performa kuantitas dan kualitas berita yang menjadi komoditi
utama sebuah media cetak. Ada banyak cara yang dapat yang dapat
dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan mereka, diantaranya
dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia sendiri
pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an
(Yasuo Hanazak, 1998;88). Bahkan ada beberapa media yang dapat
diakomodir oleh suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena
faktor itulah yang menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita
dan informasi melaui media cetak.
Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya
system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa
pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu
konglomerasi pers. Memang terbukti benar saat ini pers, media dijadikan
usaha bisnis. Media online sebenarnya merupakan cara agar media cetak
tetap eksis dan mempertahankan namanya, ekspansi yang dilakukan seperti
Kompas telah memiliki situs online kompas.com tetapi jika demikian maka
perlahan pembaca koran akan perlahan meninggalkan berita hasil cetak dan
akan mencari informasi dari situs online. Tidak hanya konglomerasi
dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis, tetapi bagaimana
media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah ekspansi
seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar
lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The
Jakarta Post juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender.
Konglomerasi akan menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang
diperlukan tidaklah sedikit, maka ada pemilik modal yang akan saling
bekerja sama. Konglomerasi yang terjadi ini akan menimbulkan dampak
yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang yang berkepentingan
sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam media massa.
Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi kertas atau
pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan,
ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi
dan pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak
berkuasa juga atas informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat
ini pers tidak terlalu memikirkan konten atau efek informasi yang
tersaji bagi pembaca karena mereka lebih memikirkan mencapai profit dan
kepentingan dari pemiliknya.
Pada awal pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini
adalah persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers
nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang
memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi
tidak objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk
pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena
akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan likuiditas. Hal tersebut
mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka. Secara umum hampir semua
media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi masa
pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan
berkuasa.
Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran
dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi
karena memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan
dipasang juga akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga
jual dari iklan atau dari barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini
juga merupakan hal yang rumit sebab untuk meningkatkan iklan dan
memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela memberikan potongan
sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992 : 68)
Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000
per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan
adalah Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang
Rp 9 miliar, belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan
wartawan, pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang
dijual belum tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika
masih ada sisa dari para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak
dilain hari untuk menutup kekurangan biaya.
Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan informasi
dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan
sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar
jurnalisme. Yang menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita
adalah dari para kuli tinta. Tantangannya adalah bagaimana wartawan
mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah
refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi
masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa.
Tantangan yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara
media untuk bisa mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya.
Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan tetapi juga para
konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan dipilih.
Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih
akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan
dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan
berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas
berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun
relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara
komprehensif, objektif, dan proporsional. Dengan cara tersebut akurasi
yang dituntut publik bisa dipenuhi.
Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan
pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan
kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten
berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side.
Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat
media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja
bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media
online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen
dalam mengatur distribusi, iklan, produksi.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d
Kehadiran teknologi
memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik seperti handphone
(HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan sebagainya. Alat – alat
tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan dengan mudah dibawa
kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar kertas seperti
majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang memudahkan orang
untuk menggunakan media massa online.
Menurut data yang dirilis oleh Internet World Stats, jumlah pengguna
internet di Nusantara ada 39,6 juta orang. Menurut Antara News 2012,
bahkan jumlah pemakai internet sudah mencapai 48 juta pemakai internet.
Yang lebih menakjubkan lagi, Saling silang bahkan berani merilis data
bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai angka
84,748 juta orang. Berdasarkan sejumlah data pendukung, penulis berani
memprediksikan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta
orang pada tahun 2015. Akan meningkat mencapai 175 juta pemakai internet
pada tahun 2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun 2025.
Media sosial seperti jejaring sosial blog, twitter, facebook, di mana
orang – orang yang menjadi citizen journalism inilah yang setidaknya
juga memberikan informasi seputar peristiwa yang terjadi. Melalui status
dari akun twitter atau facebooknya yang dibaca oleh orang – orang yang
sedang mengakses internet. Harga dari perangkat elektronik yang
terjangkau (sekitar 2,5 – 5 juta) sudah bisa membeli laptop atau
notebook, smartphone yang beredar dengan cepat maka sangatlah cepat dan
tidak terbatas waktu untuk mengakses informasi. Di pusat perbelanjaan
dan kantor-kantor juga tersedia hotspot atau wifi, terlebih bagi
mahasiswa dikampus, setiap jeda kuliah dapat memanfaat waktu tersebut
untuk online dan bisa mencari berita-berita terkini.
Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku,
koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media
online memang memberikan konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan
dengan media cetak yang tidak bisa terus menyajikan berita atau
informasi setiap waktu. Dari media online wartawan juga terbantu karena
informasi atau berita yang ia buat dapat segera diinformasikan dan
disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada media cetak
seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus diperbaharui
dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas
bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka
lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat
mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang
pernah diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses
kembali informasi yang pernah terjadi.
Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga ingin lebih cepat
mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan waktu, dapat
diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan yang luas
dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media
online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media
cetak, kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi
yang saat ini harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan
teknologi untuk mengakses berita online dan lebih up to date.
Memang tidak hanya dari teknologi yang saat ini berkembang dan hampir
setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor – faktor lain seperti
adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk membaca dari
koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya, pemasukan
dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media
cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat
didukung dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan
ekonomi, seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah
konglomerasi.
Lahirnya pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks
perubahan yang terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan
teknologi cetak – mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan
masyarakat bisnis merupakan faktor – faktor pendukung yang tidak bisa
diabaikan. Interaksi ketiga faktor ini menjadi terkait dengan bisnis.
(Nadhya, 1992 : 29).
Media cetak saat ini lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan
yang menjadi pemasukan finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini
menurunkan performa kuantitas dan kualitas berita yang menjadi komoditi
utama sebuah media cetak. Ada banyak cara yang dapat yang dapat
dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan mereka, diantaranya
dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia sendiri
pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an
(Yasuo Hanazak, 1998;88). Bahkan ada beberapa media yang dapat
diakomodir oleh suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena
faktor itulah yang menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita
dan informasi melaui media cetak.
Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya
system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa
pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu
konglomerasi pers. Memang terbukti benar saat ini pers, media dijadikan
usaha bisnis. Media online sebenarnya merupakan cara agar media cetak
tetap eksis dan mempertahankan namanya, ekspansi yang dilakukan seperti
Kompas telah memiliki situs online kompas.com tetapi jika demikian maka
perlahan pembaca koran akan perlahan meninggalkan berita hasil cetak dan
akan mencari informasi dari situs online. Tidak hanya konglomerasi
dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis, tetapi bagaimana
media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah ekspansi
seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar
lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The
Jakarta Post juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender.
Konglomerasi akan menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang
diperlukan tidaklah sedikit, maka ada pemilik modal yang akan saling
bekerja sama. Konglomerasi yang terjadi ini akan menimbulkan dampak
yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang yang berkepentingan
sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam media massa.
Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi kertas atau
pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan,
ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi
dan pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak
berkuasa juga atas informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat
ini pers tidak terlalu memikirkan konten atau efek informasi yang
tersaji bagi pembaca karena mereka lebih memikirkan mencapai profit dan
kepentingan dari pemiliknya.
Pada awal pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini
adalah persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers
nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang
memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi
tidak objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk
pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena
akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan likuiditas. Hal tersebut
mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka. Secara umum hampir semua
media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi masa
pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan
berkuasa.
Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran
dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi
karena memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan
dipasang juga akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga
jual dari iklan atau dari barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini
juga merupakan hal yang rumit sebab untuk meningkatkan iklan dan
memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela memberikan potongan
sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992 : 68)
Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000
per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan
adalah Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang
Rp 9 miliar, belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan
wartawan, pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang
dijual belum tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika
masih ada sisa dari para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak
dilain hari untuk menutup kekurangan biaya.
Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan informasi
dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan
sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar
jurnalisme. Yang menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita
adalah dari para kuli tinta. Tantangannya adalah bagaimana wartawan
mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah
refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi
masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa.
Tantangan yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara
media untuk bisa mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya.
Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan tetapi juga para
konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan dipilih.
Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih
akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan
dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan
berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas
berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun
relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara
komprehensif, objektif, dan proporsional. Dengan cara tersebut akurasi
yang dituntut publik bisa dipenuhi.
Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan
pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan
kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten
berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side.
Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat
media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja
bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media
online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen
dalam mengatur distribusi, iklan, produksi.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d
Media cetak merupakan
salah satu bagian dari media massa. Media cetak adalah media yang tertua
dan pertama. Media cetak bermula dari sejarah jurnalistik atau berawal
dari arca diurna yang dilakukan oleh orang di jaman dahulu dalam
memberitakan sebuah informasi kepada rakyat luas dan berisikan tentang
kegiatan sehari – hari.
Penemu mesin cetak Johann Gurtenberg memberikan sebuah sarana dan alat
untuk mencetak kemudian dapat menerbitkan buku-buku termasuk surat
kabar, hal ini terjadi sekitar abad 15. Perkembangan teknologi di abad
20 ini sudah tidak sesulit dan selangka dahulu. Perkembangan teknologi
secara umum seperti lompatan katak, dahulu kemunculan teknologi
merupakan jangka panjang, saat ini hampir disetiap bulan muncul
teknologi – teknologi baru dan semakin sering hadir setiap saat pada
individu.
Kehadiran teknologi memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik
seperti handphone (HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan
sebagainya. Alat – alat tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan
dengan mudah dibawa kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar
kertas seperti majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang
memudahkan orang untuk menggunakan media massa online.
Menurut data yang dirilis oleh Internet World Stats, jumlah pengguna
internet di Nusantara ada 39,6 juta orang. Menurut Antara News 2012,
bahkan jumlah pemakai internet sudah mencapai 48 juta pemakai internet.
Yang lebih menakjubkan lagi, Saling silang bahkan berani merilis data
bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai angka
84,748 juta orang. Berdasarkan sejumlah data pendukung, penulis berani
memprediksikan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta
orang pada tahun 2015. Akan meningkat mencapai 175 juta pemakai internet
pada tahun 2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun 2025.
Media sosial seperti jejaring sosial blog, twitter, facebook, di mana
orang – orang yang menjadi citizen journalism inilah yang setidaknya
juga memberikan informasi seputar peristiwa yang terjadi. Melalui status
dari akun twitter atau facebooknya yang dibaca oleh orang – orang yang
sedang mengakses internet. Harga dari perangkat elektronik yang
terjangkau (sekitar 2,5 – 5 juta) sudah bisa membeli laptop atau
notebook, smartphone yang beredar dengan cepat maka sangatlah cepat dan
tidak terbatas waktu untuk mengakses informasi. Di pusat perbelanjaan
dan kantor-kantor juga tersedia hotspot atau wifi, terlebih bagi
mahasiswa dikampus, setiap jeda kuliah dapat memanfaat waktu tersebut
untuk online dan bisa mencari berita-berita terkini.
Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku,
koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media
online memang memberikan konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan
dengan media cetak yang tidak bisa terus menyajikan berita atau
informasi setiap waktu. Dari media online wartawan juga terbantu karena
informasi atau berita yang ia buat dapat segera diinformasikan dan
disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada media cetak
seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus diperbaharui
dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas
bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka
lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat
mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang
pernah diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses
kembali informasi yang pernah terjadi.
Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga ingin lebih cepat
mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan waktu, dapat
diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan yang luas
dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media
online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media
cetak, kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi
yang saat ini harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan
teknologi untuk mengakses berita online dan lebih up to date.
Memang tidak hanya dari teknologi yang saat ini berkembang dan hampir
setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor – faktor lain seperti
adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk membaca dari
koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya, pemasukan
dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media
cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat
didukung dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan
ekonomi, seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah
konglomerasi.
Lahirnya pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks
perubahan yang terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan
teknologi cetak – mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan
masyarakat bisnis merupakan faktor – faktor pendukung yang tidak bisa
diabaikan. Interaksi ketiga faktor ini menjadi terkait dengan bisnis.
(Nadhya, 1992 : 29).
Media cetak saat ini lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan
yang menjadi pemasukan finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini
menurunkan performa kuantitas dan kualitas berita yang menjadi komoditi
utama sebuah media cetak. Ada banyak cara yang dapat yang dapat
dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan mereka, diantaranya
dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia sendiri
pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an
(Yasuo Hanazak, 1998;88). Bahkan ada beberapa media yang dapat
diakomodir oleh suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena
faktor itulah yang menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita
dan informasi melaui media cetak.
Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya
system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa
pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu
konglomerasi pers. Memang terbukti benar saat ini pers, media dijadikan
usaha bisnis. Media online sebenarnya merupakan cara agar media cetak
tetap eksis dan mempertahankan namanya, ekspansi yang dilakukan seperti
Kompas telah memiliki situs online kompas.com tetapi jika demikian maka
perlahan pembaca koran akan perlahan meninggalkan berita hasil cetak dan
akan mencari informasi dari situs online. Tidak hanya konglomerasi
dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis, tetapi bagaimana
media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah ekspansi
seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar
lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The
Jakarta Post juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender.
Konglomerasi akan menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang
diperlukan tidaklah sedikit, maka ada pemilik modal yang akan saling
bekerja sama. Konglomerasi yang terjadi ini akan menimbulkan dampak
yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang yang berkepentingan
sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam media massa.
Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi kertas atau
pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan,
ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi
dan pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak
berkuasa juga atas informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat
ini pers tidak terlalu memikirkan konten atau efek informasi yang
tersaji bagi pembaca karena mereka lebih memikirkan mencapai profit dan
kepentingan dari pemiliknya.
Pada awal pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini
adalah persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers
nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang
memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi
tidak objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk
pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena
akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan likuiditas. Hal tersebut
mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka. Secara umum hampir semua
media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi masa
pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan
berkuasa.
Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran
dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi
karena memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan
dipasang juga akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga
jual dari iklan atau dari barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini
juga merupakan hal yang rumit sebab untuk meningkatkan iklan dan
memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela memberikan potongan
sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992 : 68)
Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000
per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan
adalah Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang
Rp 9 miliar, belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan
wartawan, pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang
dijual belum tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika
masih ada sisa dari para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak
dilain hari untuk menutup kekurangan biaya.
Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan informasi
dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan
sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar
jurnalisme. Yang menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita
adalah dari para kuli tinta. Tantangannya adalah bagaimana wartawan
mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah
refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi
masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa.
Tantangan yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara
media untuk bisa mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya.
Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan tetapi juga para
konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan dipilih.
Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih
akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan
dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan
berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas
berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun
relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara
komprehensif, objektif, dan proporsional. Dengan cara tersebut akurasi
yang dituntut publik bisa dipenuhi.
Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan
pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan
kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten
berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side.
Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat
media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja
bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media
online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen
dalam mengatur distribusi, iklan, produksi.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d
Media cetak merupakan
salah satu bagian dari media massa. Media cetak adalah media yang tertua
dan pertama. Media cetak bermula dari sejarah jurnalistik atau berawal
dari arca diurna yang dilakukan oleh orang di jaman dahulu dalam
memberitakan sebuah informasi kepada rakyat luas dan berisikan tentang
kegiatan sehari – hari.
Penemu mesin cetak Johann Gurtenberg memberikan sebuah sarana dan alat
untuk mencetak kemudian dapat menerbitkan buku-buku termasuk surat
kabar, hal ini terjadi sekitar abad 15. Perkembangan teknologi di abad
20 ini sudah tidak sesulit dan selangka dahulu. Perkembangan teknologi
secara umum seperti lompatan katak, dahulu kemunculan teknologi
merupakan jangka panjang, saat ini hampir disetiap bulan muncul
teknologi – teknologi baru dan semakin sering hadir setiap saat pada
individu.
Kehadiran teknologi memacu orang untuk menggunakan perangkat elektronik
seperti handphone (HP) seperti smartphone, tablet, laptop, dan
sebagainya. Alat – alat tersebut lebih mudah dibawa dan dapat digunakan
dengan mudah dibawa kemana saja dibandingkan dengan berlembar – lembar
kertas seperti majalah, koran. Akses melalui internet inilah yang
memudahkan orang untuk menggunakan media massa online.
Menurut data yang dirilis oleh Internet World Stats, jumlah pengguna
internet di Nusantara ada 39,6 juta orang. Menurut Antara News 2012,
bahkan jumlah pemakai internet sudah mencapai 48 juta pemakai internet.
Yang lebih menakjubkan lagi, Saling silang bahkan berani merilis data
bahwa jumlah pemakai internet di Indonesia sekarang sudah mencapai angka
84,748 juta orang. Berdasarkan sejumlah data pendukung, penulis berani
memprediksikan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 100 juta
orang pada tahun 2015. Akan meningkat mencapai 175 juta pemakai internet
pada tahun 2020, dan 250 juta pemakai internet pada tahun 2025.
Media sosial seperti jejaring sosial blog, twitter, facebook, di mana
orang – orang yang menjadi citizen journalism inilah yang setidaknya
juga memberikan informasi seputar peristiwa yang terjadi. Melalui status
dari akun twitter atau facebooknya yang dibaca oleh orang – orang yang
sedang mengakses internet. Harga dari perangkat elektronik yang
terjangkau (sekitar 2,5 – 5 juta) sudah bisa membeli laptop atau
notebook, smartphone yang beredar dengan cepat maka sangatlah cepat dan
tidak terbatas waktu untuk mengakses informasi. Di pusat perbelanjaan
dan kantor-kantor juga tersedia hotspot atau wifi, terlebih bagi
mahasiswa dikampus, setiap jeda kuliah dapat memanfaat waktu tersebut
untuk online dan bisa mencari berita-berita terkini.
Teknologi yang ada dapat mengubah kebiasaan orang dari membaca buku,
koran cenderung saat ini lebih menggunakan perangkat elektronik. Media
online memang memberikan konsumsi informasi yang cepat saji dibandingkan
dengan media cetak yang tidak bisa terus menyajikan berita atau
informasi setiap waktu. Dari media online wartawan juga terbantu karena
informasi atau berita yang ia buat dapat segera diinformasikan dan
disiarkan dengan segera tanpa menunggu waktu seperti pada media cetak
seperti koran. Berita-berita yang disajikan juga akan terus diperbaharui
dengan cepat. Media cetak harus mencetak berlembar-lembar kertas
bandingkan dengan menggunakan tablet yang tidak perlu kesulitan membuka
lembaran kertas yang besar. Kemudahan lainnya dengan media online dapat
mengakses informasi sesuai yang kita inginkan, sesuai dengan waktu yang
pernah diberitakan seperti tanggal peristiwanya, orang dapat mengakses
kembali informasi yang pernah terjadi.
Teknologi yang semakin pesat membuat orang juga ingin lebih cepat
mendapat informasi dari berbagai pemberitaan. Kecepatan waktu, dapat
diakses kapanpun, diakses hampir diseluruh dunia dan jangkauan yang luas
dalam menayangkan informasi inilah yang menjadi keunggulan dari media
online. Perkembangan teknologi yang canggih menjadi tantangan bagi media
cetak, kemudahan akses yang dapat dilakukan oleh siapapun dan teknologi
yang saat ini harganya terjangkau. Pembaca lebih banyak menggunakan
teknologi untuk mengakses berita online dan lebih up to date.
Memang tidak hanya dari teknologi yang saat ini berkembang dan hampir
setiap orang dapat mengaksesnya, tetapi ada faktor – faktor lain seperti
adanya konglomerasi, minimnya ketertarikan orang untuk membaca dari
koran atau majalah, persaingan dengan media cetak lainnya, pemasukan
dari para pengiklan, kepemilikan dari perusahaan dan lain-lain. Media
cetak yang merupakan bagian dari sebuah industri juga tentunya dapat
didukung dan melakukan kerja sama antar perusahaan yang menjadi kegiatan
ekonomi, seperti pengadaan mesin cetak. Maka akan terjadi sebuah
konglomerasi.
Lahirnya pers industrial di Indonesia tidak terlepas dari konteks
perubahan yang terjadi. Kecenderungan sistem ekonomi kapitalis, kemajuan
teknologi cetak – mencetak dan pendistribusian informasi serta kemajuan
masyarakat bisnis merupakan faktor – faktor pendukung yang tidak bisa
diabaikan. Interaksi ketiga faktor ini menjadi terkait dengan bisnis.
(Nadhya, 1992 : 29).
Media cetak saat ini lebih menyediakan porsi yang besar kepada iklan
yang menjadi pemasukan finansial bagi mereka, secara tidak langsung ini
menurunkan performa kuantitas dan kualitas berita yang menjadi komoditi
utama sebuah media cetak. Ada banyak cara yang dapat yang dapat
dilakukan para pemilik modal dalam mencapai tujuan mereka, diantaranya
dengan pemusatan pememilikan perusahaan pers. Di Indonesia sendiri
pemusatan dari kepemilikan usaha mulai menjadi perhatian media 1980-an
(Yasuo Hanazak, 1998;88). Bahkan ada beberapa media yang dapat
diakomodir oleh suatu kepentingan sehingga tidak independen lagi. Karena
faktor itulah yang menyebabkan masyarakat sedikit enggan membaca berita
dan informasi melaui media cetak.
Media menjadi perpanjangan tangan kepentingan penguasa karena adanya
system konglomerasi, eksistensi media massa bertolak dari masa
pemerintahan Soeharto. Pada tahun 1980 yang mulai adanya isu
konglomerasi pers. Memang terbukti benar saat ini pers, media dijadikan
usaha bisnis. Media online sebenarnya merupakan cara agar media cetak
tetap eksis dan mempertahankan namanya, ekspansi yang dilakukan seperti
Kompas telah memiliki situs online kompas.com tetapi jika demikian maka
perlahan pembaca koran akan perlahan meninggalkan berita hasil cetak dan
akan mencari informasi dari situs online. Tidak hanya konglomerasi
dalam industri yang mengarah pada persoalan teknis, tetapi bagaimana
media cetak melakukan konglomerasi dengan membuka sebuah ekspansi
seperti yang sudah dilakukan oleh Kompas dengan menambah surat kabar
lokal daerah Yogyakarta seperti Tribun Jogja dan Harian Jogja. The
Jakarta Post juga membuka peluang dengan mengeluarkan majalah Weekender.
Konglomerasi akan menjadikan sebuah usaha bisnis karena modal yang
diperlukan tidaklah sedikit, maka ada pemilik modal yang akan saling
bekerja sama. Konglomerasi yang terjadi ini akan menimbulkan dampak
yaitu berkaitan dengan para pemilik modal, orang yang berkepentingan
sehingga hal ini dapat mengganggu idealisme pers dalam media massa.
Suatu kondisi yang dimana pers di Indonesia mengenai subsidi kertas atau
pembelian kertas, ongkos cetak atau mesin – mesin yang digunakan,
ongkos kirim atau distribusi. Hal tersebut yang menimbulkan konglomerasi
dan pihak – pihak yang memiliki kuasa atas kebutuhan media cetak
berkuasa juga atas informasi dan berita yang disajikan. Sehingga saat
ini pers tidak terlalu memikirkan konten atau efek informasi yang
tersaji bagi pembaca karena mereka lebih memikirkan mencapai profit dan
kepentingan dari pemiliknya.
Pada awal pertumbuhannya, tantangan terbesar yang dihadapi koran ini
adalah persoalan struktural politik kepartaian yang menghanyutkan pers
nasional menjadi partisan, di samping rendahnya likuiditas usaha yang
memungkinkan pers tetap sehat secara ekonomi. Pers sangat bebas tapi
tidak objektif. Menjadi pers bebas dan objektif yang tidak menginduk
pada partai merupakan pilihan sulit sekaligus berani pada masanya karena
akan menghadapi tekanan partai dan kesulitan likuiditas. Hal tersebut
mampu dihadapi oleh surat kabar Suara Merdeka. Secara umum hampir semua
media mengalami hal tersebut kesulitan juga dalam menghadapi masa
pemerintahan dan juga para elite politik yang berkepentingan dan
berkuasa.
Tingginya harga kertas juga menjadi sebuah persoalan, harga koran
dibandingkan dengan harga cetak baik dari tinta dan kertas jelas
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Iklan juga memberikan subsidi
karena memberikan pemasukkan pada surat kabar. Terkadang iklan yang akan
dipasang juga akan menyesuaikan media mana yang sesuai dengan harga
jual dari iklan atau dari barang yang akan diiklankan. Soal iklan ini
juga merupakan hal yang rumit sebab untuk meningkatkan iklan dan
memperoleh iklan yang banyak surat kabar harus rela memberikan potongan
sebesar 30 % - 0 % dari harga iklan tersebut (Nadhya, 1992 : 68)
Koran atau surat kabar menjadi sebuah bisnis, harga dari Koran Rp 3.000
per eksemplar setiap hari mencetak 100.000 koran total yang dibutuhkan
adalah Rp 300 juta. Jika terhitung satu bulan setidaknya dibutuh uang
Rp 9 miliar, belum termasuk untuk ongkos cetak menggaji karyawan dan
wartawan, pendistribusian dan lain-lain. harga 3.000 per eksemplar yang
dijual belum tersebut juga mendapatkan subsidi dari pengiklan, ketika
masih ada sisa dari para pengiklan akan digunakan untuk subsidi cetak
dilain hari untuk menutup kekurangan biaya.
Wartawan sendiri juga turut menentukan berita yang menyajikan informasi
dan akurat. Tantangan yang dihadapi secara riil adalah dari wartawan
sendiri yang juga harus mengingat kode etik dan sembilan dasar
jurnalisme. Yang menentukan baik tidaknya,manfaat,keakuratan berita
adalah dari para kuli tinta. Tantangannya adalah bagaimana wartawan
mampu melakukan tugasnya seperti sedia kala dan perlu menjadi sebuah
refleksi ketika mereka bekerja memberikan pelayanan informasi bagi
masyarakat bukan untuk kepentingan penguasa.
Tantangan yang dihadapi oleh media cetak merupakan bagian dari cara
media untuk bisa mendapat keuntungan dan menjaga eksistensinya.
Teknologi bukan hanya sebagai hambatan atau sandungan tetapi juga para
konsumen informasi yang juga menentukan media apa yang akan dipilih.
Media cetak memiliki nilai positif dimana berita yang disajikan lebih
akurat karena benar menjaga kelengkapan dan nilai berita dibandingkan
dengan media online yang lebih mengejar kecepatan waktu menyajikan
berita tanpa memikirkan kelengkapan unsur – unsur berita dan kualitas
berita. Pers harus membuat peristiwa tidak sekadar penting, namun
relevan dan menarik. Tidak hanya itu berita harus dikemas secara
komprehensif, objektif, dan proporsional. Dengan cara tersebut akurasi
yang dituntut publik bisa dipenuhi.
Media cetak tetap harus ada dan menjaga eksistensi media dengan
pemberitaan yang aktual dan tetap menjaga keakuratan, nilai berita dan
kelengkapan unsur – unsur berita yang lebih mendalam. Menyajikan konten
berita yang menarik, berimbang dengan melakukan cover both side.
Perkembangan teknologi memang tidak dapat dihindari cepat atau lambat
media cetak yang tidak dapat menyeimbangi media online bisa saja
bangkrut dan akan ditinggalkan para pembaca berganti memilih media
online. Melakukan inovasi dari berbagai hal seperti layout, manajemen
dalam mengatur distribusi, iklan, produksi.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nindyaparamita/eksistensi-media-cetak-kini-dan-mendatang_54f83540a333112b5e8b477d